Makalah tentang komunikasi dalam perkawinan


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Komunikasi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, komunikasi diartikan sebagai:
1.      Pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat di pahami; hubungan; kontak;
2.      Perhubungan. Sementara beberapa pakar berikut berpendapat:
·         Yakub Subabda - komunikasi adalah sebuah pertukaran ide-ide melalui percakapan, tulisan dan gerak tubuh. Komunikasi bisa terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja, terencana maupun tidak terencana, bahkan di luar kemampuan individu itu sendiri.
·         Pdt. Dr. Manulak Pasaribu - Komunikasi adalah suatu proses interaksi dan transaksi antara suami istri. Yang di maksudkan dengan proses interaksi disini adalah suatu penyampaian pesan yang mempunyai makna melalui prilaku. Kata "transaksi" adalah pengaruh yang timbul sebagai akibat perilaku pemberi pesan dan penerima pesan.
·         Komunikasi islam adalah komunikasi yang dibangun diatas prinsip-prinsip islam yang memiliki roh kedamaian, keramahan dan keselamatan.Berdasarkan informasi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah ditemukan bahwa komunikasi islam adalah komunikasi yang berupaya untuk membangun hubungan dengan diri sendiri, dengan sang pencipta, serta dengan sesama untuk mengahadirkan kedamaian, keramahan, dan keselamatan buat diri dan lingkungan dengan cara tunduk dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Tindakan apapun dalam komunikasi yang membuat hati seseorang menjadi rusak atau hati orang menjadi sakit atau luka bertentangan dengan roh komunikasi dalam islam.[1]

Jika memperhatikan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam konteks pernikahan, Komunikasi merangkum segala tindakan yang di lakukan oleh pasangan suami istri untuk saling menyampaikan pikiran, perasaan maupun keinginannya, baik secara sengaja maupun tidak, melalui kata - kata (verbal) maupun melalui gerakan tubuh (non-verbal), dengan tujuan agar pasangannya dapat mengetahui apa yang sedang dipikirkan, dirasakan bahkan apa yang diinginkannya. Jadi tujuan utama komunikasi dalam pernikahan adalah agar perasaan, harapan atau keinginan dapat diungkap secara wajar sehingga pasangan dapat mengerti dan memberikan tanggapan yang seharusnya.
B.     Komunikasi Efektif
Keluarga harmonis tidak dapat tercipta secara otomatis dan natural. Ada beberapa langkah yang telah diidentifikasi oleh Stinnet & Defrain sebagai upaya untuk mewujudkan keluarga yang harmonis yaitu : melestarikan kehidupan beragama dalam keluarga , meluangkan waktu yang cukup bersama keluarga, interaksi sesama anggota keluarga seperti komunikasi yang baik dan  sikap demokratis, saling menghargai persatuan, dan berorientasi pada prioritas keutuhan rumah tangga. Karena itu keharmonisan perkawinan sangat bergantung dengan komunikasi dimana pasangan suami istri mampu berkomunikasi secara efektif.[2]
Tanda-tanda komunikasi yang efektif :
1.      Menimbukkan pengertian: penerimaan yang cermat dari isi stimulasi /pesan yang dimaksudkan oleh komunikasi. Kegagalan menimbulkan pengertian merupakan kegagalan komunikasi primer.
2.      Kesenangan atau komunikasi aktif berarti komunikasi yang bertujuan agar hubungan menjadi hangat, akrab, dan menyenangkan.
3.      Mempengaruhi sikap merupakan komunikasi persuasif yaitu komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Misalnya guru mengajak murid mencintai dan menggali ilmu. Pengurus mengajak mitra pendidikan agar menjadi pelopor dalam mencapai tujuan pendidikan.
4.      Hubungan sosial yang baik: komunikasi ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik dan memenuhi kebutuhan untuk berhubungan secara positif dengan orang lain. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dengan orang lain.[3]
Menurut Kumar efektivitas komunikasi antarpribadi mempunyai lima ciri, sebagai berikut :
a.       Keterbukaan (Openes). Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi  yang diterima didalam mengahdapi hubungan antarpribadi.
b.      Empati (empathy). Merasakan apa yang dirasakan orang lain.
c.       Dukungan (Supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif.
d.      Rasa positif (Positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
e.       Kesetaraan (Equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.[4]

C.    Komunikasi didalam Perkawinan
Pada dasarnya semua manusia menginginkan agar ia dapat dimengerti dan diterima secara penuh apa adanya. Dalam pernikahan, keinginan itu menjadi semakin kuat, dan apabila tidak di penuhi, menyebabkan banyak masalah. Keterampilan dalam komunikasi bagi suami dan istri menjadi sangat penting untuk di tingkatkan. Namun kenyataannya sering kali terbalik. Pada masa berpacaran, kebanyakan pasangan sangat intens dalam membangun komunikasi, namun setelah masuk ke jenjang pernikahan, pasutri justru cenderung mengabaikannya,. Akibatnya, walaupun pasutri sudah lama menikah, namun tingkat kedalam hubungan mereka tidak mengalami pertumbuhan yang berarti.
Betapa pentingnya komunikasi suami - istri di tegaskan oleh julianto Simanjuntak sebagai berikut: "Komunikasi merupakan inti kehidupan keluarga. Artinya tiap anggota berinteraksi secara verbal dan non-verbal menyatakan emosi-emosi mereka. Melalui komunikasilah suami istri dapat menyatakan pikiran dan perasaan mereka sehingga hubungan itu semakin intim dan dalam. Tanpa kemanpuan berkomunikasi secara efektif, keluarga itu akan cepat menjadi hanya sekumpulan individu yang memiliki perasaan, pikiran dan keinginan masing-masing. Keluarga yang demikian akan mudah menjadi sakit dan tidak berfungsi." Untuk itu dalam mengawali sebuah pernikahan, di perlukan pengertian yang benar tentang bagaimana nantinya membangun komunikasi yang baik antara suami istri.
Gottman dan Krokoff (1989) (dalam Papalia & Olds,1995) menemukan ada beberapa pola komunikasi yang banyak menyebabkan perceraian. Pola komunikasi yang penuh keluh kesah, tindakan yang cenderung defensif, keras kepala, menarik diri dengan cara ngambek tidak mau bicara, maupun menarik diri ketika memnghadapi masalah, Pola komunikasi istri yang tidak pandai membawa diri dalam pergaulan sosial suami, dirasakan mengganggu kedudukan sosial suami. Suami mengeluhkan istrinya : telmi (tidak nyambung), kuper (kurang pergaulan), salting (salah tingkah).[5] merupakan pola-pola komunikasi yang paling rentan terhadap konflik dan perceraian. Pola inilah yang mudah menimbulkan gangguan perkawinan. Pola-pola ini biasa menyertai komunikasi kursif atau komunikasi yang bernada memaksa. Menurut Prochaska & DiClemente bahkan tidak menyebut-nyebut pernikahan dini, ia menunjuk komunikasi kursif sebagai penyebab utama perceraian dari berbagai kasus yang mereka teliti selama bertahun-tahun.
Penjelasan Prochaska & DiClemente lebih menunjuk pada sikap mental. Mereka yang ingin pasanganya berubah sesuai dengan apa yang diharapkanya tannpa berusaha mengubah dirinya sendiri, merupakan penyebab komunikasi kursif. Begitu pula mereka yang ingin pasanganya berubah, tetapi ia hanya diam tanpa menunjukan apa yang seharusnya dilakukan oleh pasanganya. Ia hanya menunjukan sikap negatif, cenderung defensif, dan menyalahkan pasanganya. [6]
Bagi pasangan yang sudah menikah, teruslah pupuk pekarangan rumah tangganya agar tidak kering dan tandus. Jagalah komunikasi antara istri dan suami dengan kejujuran serta keterbukaan. Janganlah menjadi tipikal suami yang hanya mau dilayani dan menang sendiri dan jadilah istri yang mandiri tanpa harus membangkang suami selama masih dalam koridor kebaikan. Pernikahan yang bernilai ibadah mesti kita tancapkan spirit kesalingan dan berbagai peran didalamnya.[7]



D.    Komunikasi yang Baik dan Tidak Baik didalam Perkawinan
1. Ciri-ciri Komunikasi yang Baik dalam Perkawinan :
a.       Baik suami atau istri dapat secara jujur menyampaikan pendapatnya, maupun perasaannya, tanpa takut dianggap bodoh atau ditolak oleh pasangannya. Terbuka secara emosional, namun memilih memakai cara yang tepat dan wajar untuk mengungkapkannya, baik melalui kata - kata maupun melalui sikap.
b.      Dapat mengungkapkan perasaan secara terbuka. Apabila sedang senang, dapat mengatakan "saya merasa senang," jika marah, mengatakan "Saya marah!" dan jika sedih mengatakan "Hati saya sedih." Belajarlah untuk mengungkap perasaan dengan cara yang terbuka dan wajar. Untuk menyatakan bahwa "Saya marah!" atau "Saya tidak setuju" tidak perlu sambil melotot, atau bertingkah yang aneh-aneh, seperti artis sinetron. Apalagi "pakai acara" menendang pintu, menendang anjing, menampar, berteriak-teriak, melempar piring, atau meludah. Untuk kaum perempuan yang memiliki calon suami yang suka bersikap garang dan main pukul sebelum menikah, janganlah berpikir setelah menikah, ia akan menjadi lebih baik. Laki-laki seperti ini, sebelum menikah harus dibimbing secara khusus, mungkin mereka pernah terlibat okultisme atau mempunyai kebiasaan hidup yang jahat.Dalam pernikahan, beberapa orang cenderung mudah menyatakan kemarahan namun sulit menyatakan kesedihan atau sebaliknya. Namun lebih banyak orang yang tidak menyatakan secara terbuka perasaan mereka, apakah mereka sedang bahagia atau senang karena sikap maupun pelayanan yang diberikan pasangannya. Beberapa orang mudah menyatakan marah dan sedih dari pada mengucapkan rasa terimakasih jika dapat sesuatu yang menyukakan hati.
c.       Menyatakan perasaan dengan tidak langsung. jika merasakan sesuatu akan pasangannya, seperti perasaan curiga, rasa tidak percaya, mereka tidak diperhatikan atau merasa diabaikan oleh pasangan, pakailah kalimat, "saya merasa ..." Atau "kenapa saya rasa sepertinya papi/mami tidak perhatian lagi sama saya..." Atau "mungkin ini perasaan saya saja, tapi saya merasa terganggu ketika melihat papi/mami ngobrol akrab sekali dengan si A." Sikap tidak gampang menuduh dan memvonis pasangan kita, akan mengurangi timbulnya konflik perselisihan dengan pasangan kita.
d.      Dapat menyatakan Secara terbuka dan memberikan Yang tepat. Jika ingin disiapkan makanan tertentu mintalah agar istri menyiapkannya. Jika mau diberi hadiah ulang tahun namun pasangan selalu lupa dan lalai, bicaralah dengan cara yang santai. Sederhana saja: kalau lapar katakan minta makan, kalau mau di peluk katakan saya mau di peluk, kalau menghendaki hubungan seksual katakan atau tunjukan dengan sikap yang sudah di mengerti berdua. Tentu saja kemampuan untuk berterus terang tentang apa yang diinginkan dari pasangan memelurkan proses latihan. Demikian juga saat memberikan tanggapan yang tepat terhadap permintaan pasangan.
e.       Bersifat Dalam komunikasi, suami maupun istri memberikan ruang (tempat) atau kesempatan untuk pasangannya memberikan penjelasan. Karena itu hindari memulai percakapan dengan tuduhan (vonis) dan membuat generalisasi. Musalnya, jika suami terlambat pulang, jangan langsung menuduh bahwa suami sudah menyeleweng. Tanyakan alasannya dan dengar penjelasannya. Atau jika istri suatu kali terlambat memasak jangan membuat generalisasi , seperti ini: "kamu selalu terlambat memasak!" (Padahal pernah juga tidak terlambat). Selain itu, usahakan keruanya berusaha aktif memberikan tanggapan yang diperlukan dan daling mendengar apabila pasangannya sedang menyampaikan sesuatu.
f.        Mengunakan kalimat (verbal dan/atau non-verbal) yang jelas. Kata-kata maupun sikap yang digunakan dalam komunikasi suami-istri harus dapat dipahami dengan sikap baik dan tidak menyimpan makna yang lain. Dr. Laura Schlessinger menyatakan demikian: "Komunikasi adalah kunci terpenting untuk mengatasi hampir semua masalah antar pribadi. Persepsi, yaitu cara pandang seseorang serta interprrstasi yang diberikan seseorang atas sebuah kejadian atau komentar, bisa melanggengkan atau menghancurkan sebuah hubungan." Jadi jika suatu komunikasi berlangsung tidak jelas karena suami istri cenderung saling menebak pikiran dan perasaan pasangannya maka pastilah interprestasi (penafsiran) yang diberikan bersifat subjektif. Apalagi jika ditambah dengan adanya persepsi (asumsi/anggapan) yang keliru tentang pasangannya, maka akan semakin memperburuk Komunikasi mereka.
g.      Bersifat membangun. Komunikasi suami-istri seharusnya bersifat membangun satu dengan yang lain. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar komunikasi menjadi konstruktif (membangun) sebagai berikut:
·         Percakapan disertai kalimat-kalimat penghargaan, pujian, rasa terimakasih, dukungan, kepercayaan, dan peneguh bahwa pasangannya mencintainya.
·         Percakapan bukan hanya sekedar untuk menumpahkan sakit hati namun bertujuan membangun hubungan yang lebih baik.
·         Mencari jalan keluar, bukannya selalu mengancam cerai.
·         Bukan melempar kesalahan atau terus menerus menghukum, suka mengungkit masa lalu, dan mempersalahkan kiri kanan.
h.      Kesatuan. Allah telah menyatukan dua orang yang berbeda menjadi satu, maka pasutri juga perlu menyatakan kesatuan dalam cara berkomunikasi satu sama lain maupun kepada pihak luar. Julianto Simanjutak menyatakan bahwa salah satu keterampilan penting dalam pernikahan adalah "Trampil menggunakan kata kita. Mereka mengembangkan "ke-kita-an" dalam perkawinan. "Caranya, gunakan kata "kita" sesering mungkin untuk masalah keluarga. Dengan kata ini anda terhindar dari sikap menyerang atau mengalahkan. Dalam berbicara upayakan menggunakan kalimat-kalimat yang mencerminkan kesatuan dan kesalahpahaman, seperti: apa yang harus kita lakukan, anak kita, rumah kita, orangtua kita, dsb. Sedangkan jika berbicara kepada pihak luar menggunakan kalimat seperti: keputusan kami atau keputusan keluarga. Walaupun mungkin ide maupun peran seseorang lebih dominan dalam kasus tertentu, tetaplah membawa rasa kesatuan dalam apa yang kita ucapkan.

2.      Berikut beberapa contoh Komunikasi yang tidak baik:
a.       Mengatakan ya atau menganggukan kepala, tapi bukan berarti setuju. Hanya menyatakan bahwa ia mendengar.
b.      Mengatakan tidak mau atau tidak usah tapi sebenarnya menginginkannya.
c.       Mengatakan terserah tapi tidak bersedia menerima keputusan tersebut.
d.      Membaca pikiran (mind reading) atau menebak pikiran pasangan
e.       Mengharapkan pasangan tahu keinginannya tanpa menyatakannya secara jelas atau mengharap pasangan menyadari sendiri kesalahannya tanpa menegur.
Di awal pernikahan, kesalahanpahaman dalam komunikasi seperti ini kemungkinan besar pasti akan terjadi. Jadi betsabarlah, satu dengan yang lain. Agar dapat mengurangi kesalahpahaman, sebaiknya biasakan diri untuk meminta penegasan kembali tentang apa yang anda pahami, apakah sesuai dengan yang di maksudkan oleh pasangan anda. Kalu saja kita semua dapat bersikap tenang dan berpikiran luas, maka sebenarnya banyak kondisi dapat "ditertawai" bersama-sama, akibat "salah dengar" atau "salah mengerti" dalam komunikasi suami-istri.

E.     Penyebab Timbulnya Permasalahan Komunikasi dalam Perkawinan
Ada beberapa penyebab utama timbulnya masalah komunikasi antara suami dengan istri, antara lain;
1.      Kebutuhan atau kepentingan pasangan tidak terpenuhi sering kali orang berfikir bahwa penyebab semua masalah dalam pernikahan karena komunikasi. Jika komunikasi suami dan istri bisa diperbaiki maka otomatis diharapkan semua masalah akan lenyap. Padahal sangat perlu diketahui mengapa suami dan istri tidak berkomunikasi dengan baik atau bahkan dengan sengaja malas berkomunikasi. Apabila hal ini terjadi, jangankan memperbaiki komunikasi, untuk bertemu dan membicarakannya saja mereka terkadang sudah tidak bersedia.Selalu ingat prinsip ini, suami dan istri memiliki kebutuhan emosional yang sangat mendasar, namun berbeda urutan kepentingannya. Jika dalam pernikahan mereka gagal dalam saling mengisi kebutuhan pasangannya, maka akan timbul rasa tidak puas yang semakin lama akan semakin kuat. Pada bagian lain akan muncul kemarahan dalam hati, malas berbicara, tidak senang melihat kehadira pasangannya sampai kepada tindakan pencarian pemenuhan kebutuhan dari sumber lain.walaupun seorang istri maupun suami sangat terpelajar dalam pengetahuan bagaimana berkomunikasi yang baik, tapi jika kebutuhan utama masing-masing tidak terpenuhi dalam jangka panjang, maka pengetahuan itu pun tidak akan berfungsi. Mereka berdua menjadi cenderung mudah tersinggung, menggunakan kata-kata yang tajam dan canggung berbicara tentang hal-hal yang bersifat perasaan.
2.      Memiliki masalah buruk yang berkaitan dengan pelanggaran moral-spiritual. Komunikasi suami-istri dapat memburuk apabila salah satu pasangan memiliki masalah perilaku buruk, yang menyebabkan ia berdosa dihadapan Tuhan. Orang Kristen yang terlibat dalam dosa, oasti tidak akan tenang hatinya. Hati yang seperti itu akan di kuasai kekhawatiran, rasa takut, gelisah bahkan menjadi target serangan kuasa setan.Baik sang istri maupun suami, yang berada dalam kondisi seperti ini, tidak akan sanggup berkomunikasi dengan baik kepada pasangannya. Dr. Jonathan A. Trisna mengatakan: "Tak ada komunikasi bisa menjadi sumber persoalan, tetapi lebih sering merupan suatu gejala dari suatu masalah yang lebih mendasar, misalnya: benci, dendam, sakit hati, meremehkan, aniaya, penyelewengan, judi, mabuk, dan lain-lain. Bila hal ini bernar bagi sepasang suami isteri, memperbaiki komunikasi saja tidak akan menyelesaikan masalah. Diperlukan adanya pertobatan, pengampunan, dan pemulihan dulu sebelum komunikasi yang baik diperbaiki dapat bermanfaat. Karena itu pengenalan akan sifat dan perilaku moral-spiritual calon suami maupun istri sangat penting sehingga jika ditemukan adanya hal-hal yang semacam itu dapat ditangani terlebih dulu. Jangan pernah bermimpi bahwa seseoramg akan berubah hanya karena menikah.
3.      Jarang  berinteraksi. Sering kali ironi ini terjadi, sebelum menikah kebanyakan calon pasutri berupaya mencari jalan agar dapat bertemu sesering mungkin, namun setelah menikah, beberapa pasangan mengalamai kenyataan yang kurang menyenangkan.[8] Dalam mempersiapkan pernikahan ada baiknya kita mempersiapkan diri untuk mengenal diri sendiri. Mengenal diri sendiri adalah kesadaran akan identitas diri sendiri dan aspek ini merupakan aspek penting dalam membangun dan membina relasi rumah tangga dan interaksi sosial. Maka manfaat mengenal diri sendiri diantaranya adalah modal yang kuat di dalam rumah tangga untuk selalu menempatkan posisi yang tepat untuk berinteraksi dengan pasangan maupun lingkungan sosial. Jadi dalam kaitanya dengan pasangan, pengenalan diri memiliki manfaat sebagai landasan pernikahan, membangun keintiman, merancang pola komunikasi, menganalisa kebutuhan pasangan, mengendalikan emosi, mengevaluasi diri, menghargai diri sendiri, berinteraksi, dan mengembangkan diri. Dan juga komunikasi sering menjadi masalah yang serius dalam pernikahan. Karena masing-masing pihak berkomunikasi menurut caranya sendiri. Mengenal diri sendiri menuntun pasangan untuk membangun pola komunikasi yang paling sesuai dengan kemampuan nalar mereka masing- masing.[9]





F.     Contoh Permasalahan Komunikasi dan Penyelesaianya didalam Perkawinan
1.      Sifat Permasalahan dalam Pernikahan :
a)      Khusus. Tidak terikat masa atau periode  tertentu dalam pernikahan. Misalnya kekurangan nafkah, kehilangan salah satu anggota keluarga , tertimpa musibah (sakit keras).
b)      Umum. Persoalan-persoalan yang biasa terjadi pada periode tertentu dalam pernikahan. Contohnya penyesuaian di awal pernikahan, masa hamil, dan mendapat anak pertama. Masa pertengahan (berupa rasa jenuh, rutin dan monoton) serta masa tua.[10]  

2.      Contoh masalah komunikasi dalam keluarga :
a)      Hubungan jarak jauh
Komunikasi saya dan pasangan mengalami hambatan karena kami tinggal berjauhan. Suami sedang sekolah S-2 di luar kota selama 2 tahun. Saya dan anak-anak memilih tidak ikut, karena kasihan anak-anak jika harus pindah sekolah beberapa saat saja. Awalnya komunikasi cukup lancar. Namun lama kelamaan suami makin jarang mengirim kabar. Ia selalu beralasan sibuk dengan berbagai tugas kuliah dan lebih senang berbicara langsung. Saya jadi malas mengirim sms atau email, karena harus menunggu lama sebelum mendapat balasan.
Saran : Menjalin hubungan jarak jauh memang tidak mudah. Apalagi anda berdua memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Karena jarak pula mengobrol lebih intim juga berkurang jika berdekatan suami istri bisa melakukan komunikasi nonverbal untuk mengekspresikan rasa cinta. Untuk menjalin komunikasi yang lebih baik cobalah cara-cara berikut:
·         Pilih cara komunikasi yang cocok
·          Cari topik yang menarik
·         Beri surprise

b)      Masalah yang terpendam
Saya merasa kesulitan berkomunikasi yang baik dengan suami. Sifatnya yang pendiam membuat dia sering memendam masalahnya sendiri. Bahkan ia bisa memendamnya selama bertahun- tahun, hingga emosinya meledak dan dia berkata cintanya telah luntur, karena sering memendam masalah dengan saya. Padahal selama ini saya merasa rumah tangga kami baik-baik saja. Karena sejauh ini dia tidak pernah menyampaikan keluhan apa-apa. Kini setiap saya ajak bicara tentang sesuatu ia sering salah tangkap dan seeing menilai saya negatif.
Saran : Komunikasi yang baik membutuhkan keterbukaan dan kepekaan. Selama ini suami tidak terbuka membicarakan kekecewaanya, sementara anda mungkin kurang sensitif terhadap ketidak senangan suami. Hubungan yang terjalin lama memang bisa semakin memudar maka jika ada masalah yang mengganjal inilah pentingnya mempertahankan api cinta tetap berkobar. Tapi sebaiknya selesaikan dulu masalah yang dirasakan suami. Mintalah suami mengungkapkan harapanya terhadap anda dengan jelas. Dengarkan dengan baik dan sabar kemudian meminta maaf karena tidak ada salahnya meminta maaf. Dan hal itu akan membuat anda lebih intropeksi diri dan memperbaiki diri.

c)      Terserah
Suami saya sebenarnya bukan pendiam. Hanya dia jarang mengungkapkan pendapat ketika saya ajak diskusi. Biasanya dia menjawab "terserah kamu sajalah." Tanpa mengutarakan pendapat terlebih dahulu. Ditanya apa saja jawabanya terserah. Kalau saya mendorongnya lebih banyak memberi masukan, dengan tenang ia akan mengatakan " Toh selama ini kamu sudah bisa jalan sendiri, kan ?"
Saran: Banyak istri merasa kesal karena suaminya selalu mau menang sendiri. Dan suka memaksakan kehendak. Lama kelamaan istri jadi tertekan dan ingin memberontak. Tapi yang terjafi pada suami anda malah sebaliknya. Sebelum meminta suami mengubah sikap intropeksi diri terlebih dahulu apakah selama ini cara anda berdiskusi sudah tepat ? Apakah sikap anda tidak terkesan memaksakan kehendak ? Mungkin saja selama ini suami menangkap kesan tersebut sehingga memilih diam.[11] Kelancaran dan kesuksesan proses komunikasi antara suami istri dipengaruhi oleh keterbukaan para pihak, serta rasa empati masing-masing, tidak egois, mau berbagi kapan saat berbicara dan kapan saat mendengarkan pasangan menyuarakan suara hati dengan khidmat, clear dan clean , atau berbicara dari hati ke hati sebagaimana diajarkan allah " Allah tidak menyukai ucapan buruk" ( Qs.An-nisa : 148 ) dan " Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang...." ( Qs. Al- Hujurat : 12 ).[12]
3.      Keterampilan komunikasi :
Miliki keterampilan komunikasi yang baik untuk bisa membicarakan masalah secara terbuka dengan pasangan. Tanpa komunikasi yang lancar, masalah bisa menimbulkan konflik yang semakin parah. Langkah-langkah berikut bisa membantu anda:

·         Pilih waktu dan tempat yang tepat untuk berbicara. Cari waktu ketika pikiran pasangan sedang tidak tersita oleh  hal-hal lain. Pilih tempat yang tenang sehingga obrolan bisa terbebas dari interupsi atau gangguan.tapi jangan tunda terlalu lama hanya karena ingin mencari tempat yang tepat dan saat yang pas. Menunda terlalu lama berarti membiarkan masalah semakin parah.  Seperti penyakit, semakin lama dibiarkan tentu akan semakin menggerogoti. Jadi, atasi segera tanpa menunda lagi.
·         Berhenti bila situasi memanas. Tidak ada gunanya melanjutkan percakapan kalau emosi sudah ikut bicara. Sebaiknya “break” sebentar agar masing-masing bisa menenangkan diri. Jangan sampai emosi yang tidak terkontrol membuat masalah melebar kemana-mana saehingga keadaan semakin rumit. Bila salahsatu terpicu emosinya, sebaiknya yang lain berusaha untuk tidak terpancing tetapi membantu pasanganya agar tetap berkepala dingin. Kalau sampai ikut terpancing, bisa dipastikan “perang” akan meletus.
·         Berfokus pada masalah inti. Sejak awal pembicaraan, tentukan masalah apa yang akan dibahas. Hindari mengungkit-ngungkit masalah lain apalagi kesalahan pasangan dimasa lalu. Tujuan membicarakan masalah adalah mencari titik temu atau memahami perbedaan sudut pandang dengan pasangan. Jangan sampai  usaha mengatasi konflik justru memicu konflik baru karena saling tuding atau melampiaskan kekesalan pada pasangan.
·         Turunkan standar. Dan lakukan kompromi bila sulit mencapai kata sepakat. Terimalah perbedaan pendapat sebagai bagian dari dinamika hubungan.meski tidak sepenuhnya setuju, hargai pendapat  pasangan dan hindari memberi penilaian negatif.[13]



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
dalam konteks pernikahan, Komunikasi merangkum segala tindakan yang di lakukan oleh pasangan suami istri untuk saling menyampaikan pikiran, perasaan maupun keinginannya, baik secara sengaja maupun tidak, melalui kata - kata (verbal) maupun melalui gerakan tubuh (non-verbal), dengan tujuan agar pasangannya dapat mengetahui apa yang sedang dipikirkan, dirasakan bahkan apa yang diinginkannya. Jadi tujuan utama komunikasi dalam pernikahan adalah agar perasaan, harapan atau keinginan dapat diungkap secara wajar sehingga pasangan dapat mengerti dan memberikan tanggapan yang seharusnya.
Karena itu keharmonisan perkawinan sangat bergantung dengan komunikasi dimana pasangan suami istri mampu berkomunikasi secara efektif. Tanda-tanda komunikasi yang efektif : Keterbukaan (Openes). Empati (empathy), Dukungan (Supportiveness), Rasa positif (Positiveness), Kesetaraan (Equality).
Betapa pentingnya komunikasi suami - istri di tegaskan oleh julianto Simanjuntak sebagai berikut: "Komunikasi merupakan inti kehidupan keluarga. Artinya tiap anggota berinteraksi secara verbal dan non-verbal menyatakan emosi-emosi mereka. Melalui komunikasilah suami istri dapat menyatakan pikiran dan perasaan mereka sehingga hubungan itu semakin intim dan dalam. Tanpa kemanpuan berkomunikasi secara efektif, keluarga itu akan cepat menjadi hanya sekumpulan individu yang memiliki perasaan, pikiran dan keinginan masing-masing. Keluarga yang demikian akan mudah menjadi sakit dan tidak berfungsi." Untuk itu dalam mengawali sebuah pernikahan, di perlukan pengertian yang benar tentang bagaimana nantinya membangun komunikasi yang baik antara suami istri.
Ciri-ciri Komunikasi yang Baik dalam Perkawinan : Baik suami atau istri dapat secara jujur menyampaikan pendapatnya, Dapat mengungkapkan perasaan secara terbuka hati, Menyatakan perasaan dengan tidak langsung, Dapat menyatakan Secara terbuka dan memberikan Yang tepat, Bersifat Dalam komunikasi, Mengunakan kalimat (verbal dan/atau non-verbal) yang jelas, Bersifat membangun.
Berikut beberapa contoh Komunikasi yang tidak baik: Mengatakan ya atau menganggukan kepala, tapi bukan berarti setuju. Hanya menyatakan bahwa ia mendengar, Mengatakan tidak mau atau tidak usah tapi sebenarnya menginginkannya, Mengatakan terserah tapi tidak bersedia menerima keputusan tersebut, Membaca pikiran (mind reading) atau menebak pikiran pasangan, Mengharapkan pasangan tahu keinginannya tanpa menyatakannya secara jelas atau mengharap pasangan menyadari sendiri kesalahannya tanpa menegur.
Ada beberapa penyebab utama timbulnya masalah komunikasi antara suami dengan istri, antara lain; Kebutuhan atau kepentingan pasangan tidak terpenuhi, Memiliki masalah buruk yang berkaitan dengan pelanggaran moral-spiritual, dan jarang berinteraksi.
Contoh masalah komunikasi dalam keluarga : Hubungan jarak jauh, masalah yang terpendam, terlalu sering mengatakan terserah.
Keterampilan berkomunikasi dalam perkawinan : Pilih waktu dan tempat yang tepat untuk berbicara, Turunkan standar, Berfokus pada masalah inti, Berhenti bila situasi memanas.

B. Saran
Sebagai penulis, kami menyadari bahwa tulisan kami masih jauh dari kata sempurna, banyak kesalahan dari aspek teknis maupun non-teknis yang perlu diperbaiki. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan agar penulisan selanjutnya menjadi lebih baik.
Penulis juga berharap agar makalah yang telah disusun dapat bermanfaat untuk keperluan akademis maupun non-akademis, menjadi bekal untuk calon konselor ataupun sebagai sarana memperluas wawasan bagi pembaca awam.




DAFTAR PUSTAKA
Adhim, M.F., Indahnya Pernikahan Dini, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
Anugrah, L., Assalamuallaikum Imamku, Jakarta: Gramedia, 2016.
Ahmad, M., Konseling Keluarga, Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2014.
Ginanjar, A. S., Sebelum Janji Terucap,  Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2016.
Ginanjar, A. S., Kompromi Dua Hati, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013.
Gunarsa., Yulia S.D., Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman, Jakarta: PT BPK Gunung             Mulia, 2002.

Haerudin, M.M., Begini Cara Islam Mengatasi Konflik Rumah Tangga, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017.


Hefni, H., Komunikasi Islam, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Machfudz, D.M., Sehat Menyikapi Masalah Rumah Tangga, Jakarta : PT Elex Media Kompolindo, 2015.

Ngir, D. W., Bukan Lagi Dua Melainkan Satu, Bandung : PT. VISI ANUGERAH                             INDONESIA, 2013.

Pangaribuan, L.,  “Kualitas Komunikasi Pasangan Suami Istri Dalam Menjaga Keharmonisan Perkawinan”, Jurnal Simbolika , vol. 2 ,No. 1, Maret 2016.

Surbakti, E. B., Sudah Siapkah Menikah?, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008.
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004


[1] Harjani Hefni. Komunikasi Isla. (Jakarta: Prenadamedia Group,2015),14.
[2] Lisbon Pangaribuan,  “Kualitas Komunikasi Pasangan Suami Istri Dalam Menjaga Keharmonisan Perkawinan”, Jurnal Simbolika , vol. 2 ,No. 1, Maret 2016, 2.
[3] Yulia Singgih D. Gunarsa.  Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman.  (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,2002), 101-102.

[4] Wiryanto.Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,2004),36.
[5] Masyhudi Ahmad. Konseling Keluarga. (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,2014),107.
[6] Mohammad Fauzil Adhim. Indahnya Pernikahan Dini. (Jakarta: Gema Insani Press, 2002),123-125.
[7] Mamang Muhamad Haerudin. Begini Cara Islam Mengatasi Konflik Rumah Tangga. (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017), 3.
[8] Desefentizon W Ngir, Bukan Lagi Dua Melainkan Satu, ( Bandung : PT. VISI ANUGERAH INDONESIA, 2013), 93-100
[9] EB Surbakti, Sudah Siapkah Menikah?, ( Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008), 56
[10] Laila Anugrah. Assalamuallaikum Imamku. (Jakarta: Gramedia, 2016),157.
[11] Adriana S Ginanjar, Kompromi Dua Hati, ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), 59-63
[12] Dindin M Machfudz, Sehat Menyikapi Masalah Rumah Tangga, ( Jakarta : PT Elex Media Kompolindo, 2015) 274
[13] Adriana S. Ginanjar.Sebelum Janji Terucap.(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2016),135-136.

Komentar

  1. makalah ini cocok dibaca bagi pasangan muda-mudi yang mengalami permasalahan komunikasi didalam perkawinan, didalam makalah disediakan mengenai penyelesaian atas setiap kasus yang berkaitan dengan komunikasi

    BalasHapus

Posting Komentar